LAPORAN LKM KARak'S

Profil Kabupaten Situbondo Sebuah Gambaran Kemiskinan dan Catatan Besar..?

Oleh : Mashudi, STP - Secara geografis Kabupaten Situbondo terletak diujung timur pulau Jawa bagian utara antara 113o30’–114o42’ Bujur Timur dan antara 7o35’–7o44’ Lintang selatan dengan temperatur tahunan 24,7oC–27,9oC. Daerah fisiknya memanjang dari barat ketimur sepajang pantai selat madura ± 150 Km dengan lebar rata-rata ± 11 Km. Luas wilayah Kabupaten Situbondo 1.638,50 Km2 yang terdiri dari 17 Kecamatan, 136 Desa, 4 Kelurahan, 660 Dusun/Lingkungan. Jumlah Luas tanah 163.850 Ha dengan penggunaan lahan sebesar 19% lahan sawa, 77% lahan kering dan 4% lainnya.

Jumlah penduduk tahun 2009 643.061 jiwa, yang terdiri dari 313.661 penduduk laki-laki dan 329.400 penduduk perempuan dengan sex rasion 95,22% dengan kepadatan penduduk sebesar 392/Km2, Jumlah penduduk per dokter 25.722, Jumlah penduduk per bidan 30.622, Jumlah murid per guru 11, Jumlah Koperasi aktif 252, Komposisi penduduk menurut agama adalah Islam 98,65%, Protestan 0,876%, Katolik 0,38%, Hindu 0,03%, Budha 0,05%.

Angka kemiskinan di Kabupaten Situbondo masih relatif tinggi. Menurut data BPS, tahun 2009 saja jumlah rumah tangga miskin mencapai 213.620 rumah tangga miskin. Kalaupun diprosentase jumlahnya 49,42% dari total rumah tangga yang ada. Trend yang terjadi sejak 2006, jumlah rumah tangga miskin di Situbondo fluktuatif, menurun walaupun volumenya masih kecil. Angka kemiskinan terbesar mendera penduduk yang berjenis kelamin perempuan yaitu mencapai 51%. Berdasarkan data inilah tersebut, maka kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat keterpurukan kelompok perempuan di berbagai sektor (pendidikan dan kesehatan).

Pendekatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu asumsi kondisi makro sosial yang digunakan dalam rancangan kebijakan Situbondo penanggulangan kemiskinan tahun 2011. IPM ini diturunkan dalam beberapa komponen, antara lain tingkat melek huruf orang dewasa, rata-rata lama bersekolah, dan tingkat daya beli per kapita. Penggunaan indikator IPM dipandang positif terutama menyangkut bagaimana pembangunan daerah dilihat secara lebih komprehensif.
Sampai akhir tahun 2009, rangking IPM Situbondo masih berada pada posisi ke 34 dari 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur. Untuk mengejar ketertinggalan demikian, yang terpenting adalah sejauh mana Pemerintah Kabupaten Situbondo mampu meningkatkan akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk mencapai kesejahteraannya (taraf hidup yang layak). Kesejahteraan itu sendiri hanya berpeluang dicapai kalau orang memiliki pendapatan dari pekerjaan yang ia terima. Adapun pekerjaan itu sendiri hanya tersedia bagi orang-orang yang mempunyai keterampilan yang bersumber dari jalur pendidikan formal maupun bukan formal.
Perkembangan IPM Situbondo 5 tahun terakhir memang terus mengalami peningkatan. Namun karena peningkatan tersebut tidak siginifikan, maka IPM Situbondo tetap saja tertinggal 7 (tujuh) digit dari rata-rata IPM Jatim. Kondisi demikian dikarenakan peningkatan IPM tersebut lebih sebagai hasil tren situasi kebijakan regional Jawa Timur.

Sampai Tahun 2009, sekitar 72,8% penduduk Situbondo umur 5 tahun ke atas masih berpendidikan SD/Sederajat, dan 27,12% berpendidikan di atas SMP. Komposisi demikian bisa berimplikasi pada rendahnya produktifitas sumberdaya manusia akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Situbondo. Kesenjangan tingkat pendidikan demikian juga mencerminkan tingkat ketergantungan penduduk kurang produktif (less productive) terhadap penduduk produktif masih begitu tinggi. Sementara dikaitkan dengan peningkatan IPM, dengan pergerakan kemajuan akses pendidikan yang masih begitu lambat di Situbondo, tentu menjadi wajar bila IPM Situbondo begitu sulit untuk ditingkatkan secara progresif.
Melihat, masih begitu tingginya jumlah penduduk yang tidak pernah sekolah, tidak tamat SD maka beberapa kebijakan strategis sebagai bentuk penajaman Misi ke 2 dari Bupati 2010 – 2015: “Meningkatkan kualitas SDM melalui pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan keterampilan serta peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat” hendaknya berangkat pada masalah kekinian seperti:

  • Mengurangi proyekisasi buku pelajaran (pelajaran dari masalah BOS buku)
  • Efisiensi bantuan, karena besaran tidak dipukul rata antara sekolah ’kaya” dan sekolah ”miskin.’
  • Mengurangi kecenderunagn bias urban. Sekolah kota dan pinggir jalan besar mesti lebih baik tampilannya.
  • Menghapus stigma bahwa Sekolah ndeso mutunya jauh dibawah sekolah kuto.
  • Memacu prestasi guru-guru daerah terpencil karena tidak merasa ’dipinggirkan”.

Komposit IPM berikutnya adalah kondisi indikator kesehatan. Terdapat dua indikator kesehatan yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematin bayi (AKB). AHH sangat berkaitan erat dengan pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah. Keberhasilan program kesehatan dan program sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk di suatu wilayah. Bila pembangunan sosial ekonomi semakin baik, maka kecenderungannya AHH akan semakin tinggi, atau sebaliknya bila AHH lebih rendah mengindikasikan terjadinya kontradiksi pada beberapa sektor pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah. Dalam lingkup wilayah Jawa Timur, terdapat 15 kabupaten yang angka harapan hidupnya masih di bawah 67,75 tahun, termasuk di dalamnya Kabupaten Situbondo. Seperti halnya AHH, Kabupaten Situbondo merupakan salah satu daerah di Jatim yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius karena AKB-nya masih di atas 50,00 per 1.000 kelahiran hidup.

Salah satu penyebab dari masih tingginya AKB adalah persentase penolong persalinan oleh tenaga medis yang masih cukup rendah. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan di bidang kesehatan perlu ditingkatkan. Angka Kematian Bayi dapat ditekan dengan penanganan yang intensif, baik itu dari faktor eksternal maupun internal. Adapun factor eksternal antara lain: keberadaan penolong persalinan yang representatif dan kemudahan akses ke tempat pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor internal antara lain: melalui pola pemberian ASI dan imunisasi serta perhatian dan perlakuan rumah tangga terhadap bayi. Dalam kerangka kebijakan, Pemkab. Situbondo sangat penting untuk mempertimbangkan kebijakan;

  1. Peningkatan penolong persalinan oleh tenaga medis,
  2. Peningkatan efektifitas program KB,
  3. Peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan,
  4. Peningkatan pengetahuan masyarakat masyarakat akan kesehatan.

AHH yang rendah dan tingginya AKB di Sitobondo harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan dan program sosial yang memadai, termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi, dan program pemberantasan kemiskinan.

Indeks daya beli masyarakat Situbondo dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi 2009 sebesar 5,01% dan tingkat inflasi 6,23%, maka bisa dipastikan bahwa Indeks daya beli mayarakat Situbondo termasuk rendah terutama akibat kenaikan harga barang dan jasa lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan perkapita masyarakat.

Hal ini cukup jelas terkait dengan kondisi Situbondo dalam peta 4 kuadran kinerja makro ekonomi Jawa Timur di bawah ini. Kabupaten Situbondo sebagai daerah yang termasuk pada Kuadran III ditandai dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita yang lebih rendah dari rata-rata Jawa Timur. Hal ini terutama ditandai oleh struktur ekonominya masih didominasi oleh sektor pertanian dan mempunyai peranan dominan dalam pembentukan PDRB. Selama lima tahun terakhir, Kabupaten Situbondo terus berada pada Kuadran III ini. Tentu sebuah terobosan arah pembangunan yang signifikan perlu terus dicari untuk mengejar ketertinggalan daerah ini dengan daerah-daerah lain yang lebih maju di Jawa Timur.

Kebijakan terobosan (inovatif) mestinya berangkat dari titik pemahaman bahwa permasalahan tingginya tingkat kemiskinan maupun IPM yang masih rendah sangat terkait pula dengan tingkat kesenjangan pembangunan dan kesejahteraan di antara sektor maupun wilayah di Situbondo. Kesenjangan yang paling terlihat adalah tingkat produktifitas sektor primer (pertanian) dan sektor tersier (perdagangan/jasa), dan kesenjangan pendapatan perkapita antara penduduk pedesaan dan perkotaan. Kesemuanya akan berimplikasi pada perbedaan indeks komposit pembentuk IPM: tingkat pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.

Komposisi dan peranan masing-masing sektor kegiatan ekonomi terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Situbondo dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari perekonomian di Kabupaten Situbondo. Pada tahun 2009 sektor tersier (Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa) memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 51,75%. Kontribusi sektor tersier ini didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Selanjutnya, pemberi kotribusi terbesar kedua adalah sektor primer (Pertanian dan Penggalian) sebesar 34,30% dengan sumbangan terbesar dari sektor pertanian. Sedangkan sektor sekunder (Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih dan Bangunan) merupakan penyumbang terkecil dibandingkan dua sektor lainnya yaitu sebesar 13,95% dengan penyumbang terbesar dari sektor industri pengolahan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor yang memberikan kontribusi paling besar bagi sektor tersier sekaligus kontributor terbesar bagi PDRB. Persentase kontribusi sektor tersier terhadap jumlah PDRB juga merupakan yang terbesar. Besarnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran ini dipengaruhi oleh kondisi dan potensi ekonomi yang kondusif bagi perdagangan. Kondisi ini sekilas menunjukkan adanya pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Situbondo dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB.

Pergeseran ini berupa pergeseran dominasi dari sektor primer digantikan oleh sektor tersier, terutama sektor pertanian sebagai sektor primer digeser oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sektor tersier. Di lain pihak, kenyataan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian jauh lebih besar yaitu mencapai 52,52%. dibandingkan sektor perdagangan yang hanya menyerap tenaga kerja sebesar 14.77% maka mengakibatkan distribusi pendapatan di sektor pertanian menjadi lebih kecil dibandingkan pada sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Mengacu pada besarnya kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Situbondo dimana dipandang sebagai sektor paling strategis dalam peningkatan perekonomian daerah, tentu penting dipertimbangkan suatu intervensi anggaran daerah dalam skema kebijakan antara lain;

  1.  Revitalisasi lumbung pangan desa dengan alokasi dana bergulir revolving fund yang mampu menyalurkan kredit permodalan usaha tani.
  2. Sertifikasi massal yang pembiayaannya mendapatkan subsidi dari Pemerintah Kabupaten. Untuk apa? Bila petani memiliki sertfifkat tanah, setidaknya mereka telah memiliki jaminan (agunan) untuk bisa mengakses modal usaha dari perbankan.
  3. Penyediaan modal usaha kecil/mikro tanpa bunga, yang langsung diterimakan dalam bentuk alat usaha/kerja yang dibutuhkan.
  4. Kenaikan anggaran belanja daerah, khususnya untuk infrastruktur transportasi pedesaan.
Tags:

VISI dan MISI KARak'S

  1. » Berjuang Membangun Kedaulatan Rakyat SItubondo
  2. » Menghimpun Segenap potensi masyarakat dalam proses kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Situbondo.
  3. Membarikan kajian-kajian strategis yang berorientasi kepada tegaknya demokratisasi, kesejahteraan masyarakan dan keadilan sosial (social justice).
  4. » Menjadi center of excellence dalam peningkatan kapasitas individu masyarakat Situbondo dalam hal keterlibatan publik dalam pembangunan.

0 komentar

Leave a Reply